Pensil Madura.com – Kyai Abdul ‘Allam merupakan seorang ulama besar dan Waliyullah di Pulau Madura, Jawa Timur.
Pesarean Kyai Abdul ‘Allam, terletak di Desa Prajjan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura.
Kyai Abdul ‘Allam, santri dari Kyai Aji Gunung yang dikenal gurunya para Ulama-ulama besar berkelas Waliyullah.
Dalam beberapa literatur, Kyai Abdul ‘Allam bernama asli Pang Rato Bumi yang berasal dari Kabupaten Sumenep, Madura.
Nama Kyai Abdul ‘Allam sendiri, pemberian dari Kyai Aji Gunung saat masih berguru kepada dirinya.
Kyai Abdul ‘Allam juga diangkat menantu oleh Kyai Aji Gunung. Lalu bermukim di Desa Prajjan, Camplong, atas perintah Kyai Aji Gunung.
Desa Prajjan tersebut dulunya bernama kampung Penyajjen, kata orang Madura tempat bertafakkur kepada Allah SWT.
Kekeramatan Kyai Abdul ‘Allam sangat mashur. Selain berdakwah agama Islam, dirinya juga andil dalam menumpas penjajahan.
Kisah Kyai Abdul ‘Allam, ketika masih nyantri kepada Kyai Aji Gunung, terkenal sosok yang sangat alim.
Pangkat kewalian yang di sandang Kyai Abdul ‘Allam, bukan semerta-merta dengan cara yang singkat.
Ketaatan dan kesabaran Kyai Abdul ‘Allam, cerminan dari kepatuhan hamba kepada sang pencipta alam semesta.
Suatu ketika, waktu masuk sholat Ashar, Kyai Abdul ‘Allam mendapat tugas dari Gurunya untuk mengambil Al-Qur’an si Jimat ke Bangkalan.
Dengan bersamaan Kyai Abdul ‘Allam juga ditugaskan untuk mengambil cincin milik gurunya yang jatuh kedalam WC.
Kyai Aji Gunung, meminta Al-Qur’an si Jimat dan Cincin tersebut diserahkan kepada dirinya sebelum masuk waktu sholat Maghrib.
Tanpa berfikir, Kyai Abdul ‘Allam langsung menyanggupi tugas yang dimandatkan oleh Kyai Aji Gunung kepada dirinya.
Dengan izin Allah SWT, Kyai Abdul ‘Allam dapat mengambil kedua barang yang ditugaskan oleh gurunya tersebut.
Kyai Abdul ‘Allam, disadur dari Dunia Santri, mempunyai Tiga keturunan, diantaranya Dua seorang perempuan dan Satu Laki-laki.
Beranjak dewasa, salah satu putri Kyai Abdul ‘Allam menetap di Prajjan dan mendirikan Pondok Pesantren Langgar Tana atau Surau yang terbuat dari Tanah
Sementara Langgar Genteng disebut pula Langgar Barat, tempat Kyai Abdul ‘Allam mengajarkan ilmu agama Islam kepada santrinya, dilanjutkan oleh puteranya yakni Kyai Abdul Kamal.
Kemudian sekitar tahun 1932 Masehi, di generasi ke Tujuh, ponpes Langgar Genteng atau Langgar Barat diberi nama Nazhatut Thullab.
Perubahan ini diprakarsai oleh “Catur Tunggal” Nazhatut Thullab, yaitu KH Syabrawi bin K Alimuddin, Kiai Bahri bin KH Syabrawi, KH Muhammad Zaini bin KH Syabrawi, dan KH Fata Yasin.(Wallahu’allam)